INDOTIMES.ID, Jakarta – Menjelang Ramadan 2025, Kementerian Agama (Kemenag) semakin gencar menggulirkan program pesantren ramah anak.
Target ambisius pun ditetapkan, yakni menjadikan 512 pesantren sebagai percontohan pada 2025 dan meningkat hingga 6.530 pesantren pada 2029.
Program ini menjadi perhatian utama dalam diskusi bertajuk “Pesantren Ramah Anak: Kesiapan Pesantren dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan” yang diselenggarakan oleh Rumah KitaB bersama Aliansi Perguruan Tinggi Responsif Gender (PTRG) dan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diskusi ini juga menjadi bagian dari peringatan Hari Perempuan Internasional (IWD) 2025.
Kepala Subdirektorat Pendidikan Salafiyah dan Kajian Kitab Kuning Direktorat Pesantren Kemenag, Yusi Damayanti, menegaskan bahwa program ini bertujuan untuk mencegah berbagai bentuk kekerasan dalam lingkungan pesantren.
“Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kasus-kasus kekerasan yang sering terjadi akibat relasi kuasa di pesantren,” ujar Yusi dalam diskusi yang berlangsung secara daring, Rabu (19/3/2025).
Pesantren sebagai Ruang Aman bagi Santri
Diskusi ini menghadirkan sejumlah akademisi dan praktisi pendidikan Islam, termasuk Dr. Lilik Hurriyah, M.Pd.I., yang membahas penerapan disiplin positif dalam pesantren ramah anak, serta Dr. Ernawati, M.Pd.I., yang menjelaskan pentingnya standar operasional prosedur (SOP) dalam pencegahan kekerasan seksual.
Selain itu, Dr. Hj. Yusi Damayanti juga menyoroti kebijakan pemerintah dalam memperkuat perlindungan anak di pesantren, termasuk kolaborasi dengan berbagai pihak.
Turut hadir dalam diskusi ini Dr. K.H. Zulkarnaim Dali, M.Pd., Rektor UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu, serta akademisi dan pengasuh pesantren dari berbagai daerah.
Peserta diskusi menekankan bahwa Ramadan adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin, termasuk dalam membangun lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya perlindungan anak di pesantren, diharapkan kebijakan ini tidak hanya menjadi regulasi formal, tetapi juga diimplementasikan secara nyata di seluruh pesantren di Indonesia. (Fd)