PALEMBANG, 29 Juni (indotimes) – Perhapi Adakan Dialog “Ormas Agama Kelola Tambang, Positif atau negatif?”. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sumsel mengadakan Dialog dengan tema “Ormas Agama Kelola Tambang, Positif atau negatif?” di Koppi Warehouse, Sabtu (29/6/2024).
Acara ini dihadiri oleh sejumlah narasumber utama, termasuk Ketua Perhapi Sumsel dan Direktur Operasional PT. Duta Bara Utama, Ir. Hendra Utama, MM, Ketua PW Muhammadiyah Sumsel, Ridwan Hayatuddin, SH, MH, Perwakilan dari PWNU Sumsel, Pengamat Pertambangan sekaligus Ketua Jurusan Teknik Pertambangan dan Geologi Unsri, Prof. Dr. Ir. Eddy Ibrahim, MS, CP, IPU, Asean Eng, APEC, Eng serta Kepala Dinas ESDM Sumsel, Hendriansyah, ST, MSi.
Dialog hari ini bertujuan untuk mendukung pengelolaan tambang di Indonesia yang dianggap penting dan strategis mengingat potensi sumber daya alam yang besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu poin yang dibahas adalah dampak dari perubahan regulasi terkait pengelolaan tambang sejak disahkannya UU Minerba nomor 3 tahun 2020, dimana izin pengelolaan tambang kini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Isu yang menarik perhatian adalah kontroversi terkait pengaturan izin pengelolaan tambang bagi Ormas Keagamaan di dalam negeri, atau IUP, sebagaimana diungkapkan Prof. Dr. Ir. Eddy Ibrahim. Menurutnya, PP No. 25 Tahun 2024 yang merupakan revisi dari PP 96 Tahun 2021 menegaskan prioritas pemberian IUP Tambang kepada organisasi keagamaan atas relinguishment dari PKP2B. Hal ini memunculkan pertentangan dengan UU No. 3 Tahun 2020 yang seharusnya mengutamakan BUMN dan BUMD untuk mendapatkan relinguishment PKP2B.
“Dalam konteks ini, potensi kerugian negara dalam proses pengelolaan tambang dapat diminimalisir melalui lelang yang selektif dan berdasarkan kemaslahatan rakyat,” ungkapnya.
Diskusi ini menyoroti perlunya adaptasi teknis yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, dengan inovasi yang mendukung kesejahteraan masyarakat secara luas, sesuai yang ditegaskan oleh Prof. Dr. Ir. Eddy Ibrahim.
Eddy mnngungkapkan, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 sebagai revisi dari PP Nomor 96 Tahun 2021 yang mengatur Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
“PP No. 25 Tahun 2024 memberikan prioritas kepada organisasi keagamaan untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Tambang melalui relinguishment dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B),” ungkapnya. Namun, pendekatan ini dipandang bertentangan dengan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menetapkan bahwa relinguishment PKP2B harus didahulukan untuk dilelang kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),” paparnya.
Eddy menambahkan bahwa pengecualian dari lelang dapat menimbulkan potensi kerugian negara. “Namun, keputusan harus dilakukan secara selektif, dengan memastikan bahwa organisasi masyarakat yang mendapatkan IUP tersebut memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat umum. Pengaturan teknisnya dapat disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, menggabungkan inovasi dan upaya untuk memudahkan proses, tetapi tetap dalam koridor hukum yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.