JAKARTA, (indotimes) – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah diperkirakan akan menelan biaya sebesar Rp1 triliun hingga Rp2 triliun per bulan mulai Maret 2025. Program ini bertujuan untuk memberikan makan bergizi kepada anak-anak di seluruh Indonesia, dengan target penerima manfaat mencapai 82,9 juta orang pada akhir tahun 2025.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, yang dikenal dengan panggilan Zulhas, menyatakan bahwa peningkatan anggaran ini diperlukan untuk mempercepat cakupan penerima manfaat. “Anggaran program MBG diperkirakan bisa mencapai Rp1 triliun hingga Rp2 triliun per bulan pada Maret,” ujar Zulhas dalam keterangan pers setelah rapat koordinasi di Kantor Kemenko Pangan pada 3 Maret 2025.
Program ini bertujuan untuk mengatasi masalah gizi buruk di Indonesia, dengan menyediakan makanan bergizi di sekolah-sekolah. Zulhas menjelaskan bahwa peningkatan anggaran ini juga berkaitan dengan peningkatan kebutuhan bahan baku, seperti telur yang diperkirakan akan mencapai 4,5 juta butir dan beras sebanyak 4 juta ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aturan Baru Diperlukan untuk Kelancaran Program MBG
Zulkifli Hasan juga menegaskan bahwa koordinasi yang lancar antara berbagai pihak sangat penting untuk kesuksesan program ini. Oleh karena itu, diperlukan aturan yang jelas, baik dalam bentuk Instruksi Presiden (Inpres) atau Peraturan Presiden (Perpres). Menurutnya, Badan Gizi Nasional dan berbagai pihak terkait harus bekerja sama untuk memastikan suplai bahan makanan yang memadai.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menyampaikan bahwa dengan anggaran Rp1 triliun hingga Rp2 triliun, sekitar 3 juta anak diperkirakan akan menerima manfaat dari program ini. Namun, jika target 82,9 juta anak tercapai, kebutuhan anggaran per bulan akan mencapai Rp25 triliun, yang diperkirakan akan dimulai pada September 2025.
Masalah dalam Pelaksanaan Program MBG
Selama dua bulan pelaksanaan program MBG, beberapa masalah muncul, seperti makanan yang masih mentah dan insiden keracunan pada siswa. Dadan menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang masih beradaptasi dengan skala besar. “Kami akan meningkatkan kapasitas memasak secara bertahap dan melakukan perbaikan berkelanjutan,” ujar Dadan.
Meskipun ada permasalahan, Dadan tetap mengklaim bahwa secara umum program ini berjalan lancar. Untuk memastikan kualitas dan pengawasan, BGN meminta seluruh SPPG untuk mengunggah foto makanan yang disiapkan ke media sosial sebagai bagian dari transparansi.
Ekonom Kritisi Program MBG, Fokus pada Kuantitas dan Bukan Kualitas
Ekonom dari CELIOS, Galau D Muhammad, menyayangkan kebijakan pemerintah yang terlalu fokus pada kuantitas penerima manfaat, tanpa memperhatikan kualitas makanan yang disediakan. “Anggaran yang besar memang akan menjangkau banyak anak, namun kualitas gizi yang diberikan tidak dijamin,” ujar Galau.
Menurut Galau, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan efisiensi dan ketepatan sasaran dalam program ini. Ia menilai, ketidaksiapan pemerintah dalam mempersiapkan pelaksanaan program menyebabkan berbagai masalah, termasuk ketidakmampuan vendor dalam memenuhi pesanan sesuai dengan kebutuhan pemerintah.
Galau juga menyoroti kurangnya mitigasi risiko dalam pelaksanaan program MBG, seperti masalah kapasitas pengolahan makanan dan distribusi. Ia menyarankan agar uji kelayakan dilakukan lebih awal agar program ini dapat berjalan lebih efektif dan efisien.