INDOTIMES.ID, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menerima kunjungan Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Ina Lepel, pada Rabu (12/3).
Dalam pertemuan ini, keduanya membahas sejumlah isu penting, termasuk kerja sama hukum antara Indonesia dan Jerman serta proses pembebasan bersyarat narapidana asal Jerman yang tengah menjalani hukuman di Indonesia.
Dubes Ina Lepel mengungkapkan bahwa saat ini terdapat empat warga Jerman yang menjadi narapidana di Indonesia, dan salah satu di antaranya telah memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya berharap proses pembebasan tersebut dapat segera dipercepat,” Ucapnya.
Menanggapi hal itu, Yusril menjelaskan bahwa pembebasan bersyarat bagi narapidana asing tidak bisa dilakukan sembarangan.
“Setiap narapidana asing yang ingin mendapatkan pembebasan bersyarat harus memiliki surat jaminan dari kedutaan besar yang memastikan mereka tidak akan mengulangi tindak kejahatan,” tegasnya, dkutip dari laman Kemenko Kumha, Kamis (13/3/2025).
Selain pembebasan bersyarat, Yusril juga menawarkan opsi transfer of prisoners, yaitu pemindahan narapidana ke negara asal mereka, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap warga negara Australia, Prancis, dan Filipina.
Namun, ia menegaskan bahwa proses ini harus mempertimbangkan prinsip keadilan serta kepentingan nasional.
“Indonesia selalu terbuka untuk kerja sama hukum internasional, tetapi pemindahan narapidana harus melalui kajian mendalam dan tidak bisa dilakukan secara instan,” tambahnya.
KUHP Baru dan Ambang Batas Politik Jadi Sorotan
Selain membahas pemindahan narapidana, pertemuan ini juga menyoroti perkembangan hukum dan politik di kedua negara.
Yusril menjelaskan bahwa KUHP baru yang mulai berlaku Januari 2026 akan lebih menitikberatkan pada prinsip keadilan restoratif, yang berfokus pada rehabilitasi dan pemulihan korban, bukan sekadar hukuman.
Dalam diskusi politik, Yusril menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), serta wacana penghapusan ambang batas parlemen (parliamentary threshold).
Dubes Ina menanggapi bahwa Jerman memiliki ambang batas parlemen sebesar 5%, yang terkadang membuat partai lama tidak bisa masuk ke pemerintahan karena suara mereka di bawah ambang batas.
“Semoga Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam membangun demokrasi yang lebih inklusif,” ujar Yusril.
Dubes Ina juga menyampaikan apresiasi atas hubungan erat antara Indonesia dan Jerman serta mendukung penguatan mekanisme hukum yang lebih transparan dan adil, khususnya terkait pemindahan narapidana.
“Kami menghormati kebijakan hukum Indonesia dan mendukung kerja sama yang bermanfaat bagi kedua negara dalam menegakkan prinsip keadilan,” kata Ina.
Yusril pun menyambut baik harapan Dubes Jerman tersebut. “Kami membuka peluang kerja sama hukum yang lebih luas, termasuk perjanjian ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Jerman,” pungkasnya.
Turut hadir dalam pertemuan ini Wakil Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan, serta sejumlah pejabat tinggi lainnya.
Penulis : Putra
Editor : Redaksi