Penulis: Eka Subakti, S.E (Ketua Pengprov PELANGI Sumsel)
PALEMBANG, (indotimes.id) – Kota Palembang, yang dikenal sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya, memiliki warisan budaya yang kaya dan beragam. Salah satu tradisi yang masih dipertahankan hingga kini adalah permainan layang-layang khas Palembang.
Menurut prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit Siguntang, kota ini didirikan sebagai wanua pada 16 Juni 682 Masehi, menjadikannya kota tertua di Indonesia.
Sungai Musi yang mengalir melalui kota ini turut memperkuat posisinya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang menghubungkan desa-desa dan kabupaten di Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejarah Layang-layang di Palembang
Layang-layang tradisional khas Palembang telah ada sejak zaman Kesultanan Palembang. Pada masa itu, permainan ini populer di kalangan pembesar kesultanan seperti Manteri, Raden, dan Pangeran.
Dalam harian Berita Pagi pada 12 Agustus 2018, Kms. H. Andi Syarifudin mengisahkan bahwa Van Sevenhoven pada tahun 1821 melukiskan permainan layang-layang di Kesultanan Palembang sebagai hiburan yang sangat digemari oleh kalangan bangsawan.
Layangan yang digunakan kala itu diperkuat dengan tumbukan gelas dan benda tajam untuk memutuskan tali layangan lawan.
Di rumah adat Limas, layangan dan ulakannya disimpan di ruangan pawon, digantung di dinding luar sebuah pangkeng yang berada tidak jauh dari ruang makan. Tradisi ini masih dapat ditemukan di beberapa rumah adat di Palembang.

Upaya Pelestarian dan Pengembangan
Saat ini, permainan tradisional ini dikenal dengan nama “Pecian” oleh masyarakat Palembang. Melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, permainan tradisional termasuk dalam kategori olahraga masyarakat.
Upaya pelestarian dilakukan oleh BKKBN dan Pemprov Sumsel melalui pendirian Kampung KB Layang-layang di Lorong Sei Tawar I, Kelurahan 29 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang.
Pendirian komunitas dan klub layang-layang oleh pegiat layangan aduan juga menjadi bagian dari upaya pelestarian. Berdasarkan laporan Perkumpulan Pelayang Seluruh Indonesia (PELANGI) Kota Palembang, terdapat 74 klub/komunitas layangan aduan yang terdaftar.
Mereka berkontribusi dalam pelestarian dan pengembangan permainan ini dengan menetapkan aturan permainan, spesifikasi ukuran layangan 48 cm yang lentur, dan penggunaan gelasan katun yang ramah lingkungan.
Dukungan perguruan tinggi, seperti Universitas Sriwijaya, juga berperan penting dalam mempopulerkan permainan layang-layang. Melalui festival Layang-layang Dies Natalis pada tahun 2023, Universitas Sriwijaya berkolaborasi dengan PELANGI Sumatera Selatan untuk melibatkan mahasiswa, akademisi, dan UMKM yang dikelola mahasiswa.
Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional
Berdasarkan aspek historis, dukungan regulasi, dan keberadaan komunitas pelestari, layang-layang tradisional khas Palembang sudah selayaknya didaftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional.
PELANGI Sumatera Selatan dan Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat Kota Palembang berencana mendaftarkan layang-layang ini ke Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia.
Dengan terdaftarnya layang-layang tradisional khas Palembang sebagai WBTB, diharapkan tradisi ini dapat terus dilestarikan dan menjadi bagian dari pemajuan kebudayaan yang direncanakan oleh pemerintah.
Semoga status WBTB ini akan menjadi langkah awal dalam implementasi program ASTA CITA oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumingraka.
Dengan demikian, layang-layang tradisional khas Palembang tidak hanya menjadi permainan yang menghibur, tetapi juga bagian penting dari warisan budaya yang harus dilestarikan untuk generasi mendatang.