JAKARTA, (indotimes) – Kerusuhan yang dipicu oleh aksi unjuk rasa mahasiswa di Bangladesh semakin meluas, dengan situasi yang semakin tidak kondusif di beberapa daerah. Protes ini bermula dari ketidakpuasan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah mengenai alokasi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kristian Yudhianto, mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh studi di BRAC University, menjelaskan bahwa protes awalnya dilakukan oleh mahasiswa Dhaka University sejak seminggu yang lalu. Namun, demonstrasi ini dengan cepat menyebar ke berbagai universitas lain di Dhaka dan distrik-distrik lainnya.
“Aksi ini tadinya hanya terjadi di Dhaka University namun meluas ke berbagai universitas di Dhaka dan distrik lain. Situasinya rusuh dan tidak kondusif, enam mahasiswa tewas,” ungkap Kristian dalam wawancara dengan Pro3 RRI, Kamis (19/7/2024) malam.
Sebagai respons terhadap kerusuhan yang terjadi, pemerintah Bangladesh telah menutup sementara semua universitas dan sekolah, memindahkan proses belajar mengajar ke platform daring. Operasi bus dihentikan dan akses internet mulai dibatasi oleh pemerintah.
Kristian mengaku khawatir dengan situasi yang berkembang di Bangladesh. Ia menjelaskan bahwa pihak kampus telah melarang mahasiswa asing untuk beraktivitas di luar kampus demi keamanan mereka.
“Di tempat saya masih aman karena tinggal di asrama kampus. Namun, pihak KBRI dan kampus menyarankan untuk membatasi aktivitas dan rencana evakuasi masih menunggu koordinasi dari KBRI dan universitas,” kata Kristian.
Kerusuhan ini berawal dari kebijakan pemerintah yang menetapkan kuota lowongan kerja ASN untuk golongan berkebutuhan khusus, perempuan, dan keluarga pejuang kemerdekaan. Kebijakan tersebut menuai kontroversi di kalangan mahasiswa, yang menuntut agar perekrutan ASN dilakukan melalui tes.
Bentrok antara kelompok mahasiswa yang mendukung dan menolak kebijakan ini telah menyebabkan ratusan mahasiswa luka-luka. Situasi semakin memburuk ketika bentrokan melibatkan aparat kepolisian.
Kerusuhan di Bangladesh mencapai puncaknya pada Kamis (18/7/2024), ketika mahasiswa membakar kantor televisi negara. Aksi ini terjadi hanya sehari setelah Perdana Menteri Sheikh Hasina tampil di jaringan tersebut dalam upaya meredakan bentrokan yang telah menewaskan sedikitnya 32 orang.
Perdana Menteri Hasina sebelumnya mencoba menenangkan situasi melalui siaran televisi, namun upaya ini gagal menghentikan eskalasi kekerasan. Bentrokan antara mahasiswa dan pihak berwenang terus meningkat, menambah ketegangan yang sudah memuncak di negara tersebut.
Perdana Menteri Sheikh Hasina sempat menunda kebijakan ini sebagai respons terhadap tuntutan mahasiswa. Namun, ketegangan kembali meningkat setelah Hasina menuding para mahasiswa yang memprotes sebagai pendukung Pakistan.
“Mahasiswa marah dengan Perdana Menteri karena menyebut mahasiswa yang memprotes kebijakan pemerintah adalah pro Pakistan. Awalnya bentrokan terjadi antar mahasiswa, tapi kemudian meluas melibatkan kepolisian,” jelas Kristian.
Dengan situasi yang semakin tidak menentu, pihak kampus dan KBRI terus memantau perkembangan dan bersiap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan keselamatan mahasiswa asing di Bangladesh.
Sumber Berita: Internet