MAKKAH, indotimes.id – Pelaksanaan ibadah haji tahun 2024 telah mencapai puncaknya dengan berbagai inovasi yang dinilai berhasil meminimalisasi risiko, menurut penilaian Ahmad Tholabi Kharlie, seorang guru besar dari UIN Jakarta. Evaluasi yang dijalankan juga dianggap sebagai langkah penting untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji di masa depan.
Tholabi menyoroti sejumlah inovasi yang diterapkan dalam ibadah haji tahun ini sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi risiko bagi jemaah, khususnya mereka yang rentan. “Kebijakan murur di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, serta penggunaan aplikasi kawal haji dan fast track, merupakan terobosan yang diambil sebagai respons terhadap tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan ibadah haji sebelumnya,” ujarnya saat melakukan monitoring dan evaluasi di Makkah, Rabu (19/6/2024).
Kebijakan murur yang memungkinkan sebagian jemaah langsung dari Arafah ke Mina, terutama jemaah lansia dan difabel, tanpa perlu bermabit di Muzdalifah, dinilai sebagai langkah progresif. Tholabi menyambut baik langkah Kementerian Agama ini sebagai bentuk perlindungan yang inovatif. “Ini adalah kebijakan yang out of the box,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Langkah-langkah tersebut, menurut Tholabi, telah melalui proses istinbath hukum dengan melibatkan ulama dari berbagai organisasi kemasyarakatan Islam untuk memastikan kebijakan ini tidak menimbulkan polemik dan memberikan keyakinan kepada jemaah.
“Ini merupakan salah satu ijtihad penting Kementerian Agama dalam mengatasi masalah empiris dalam ibadah haji saat ini. Kebijakan ini juga secara signifikan mengurangi angka kematian di kalangan jemaah calon haji yang rentan,” tambah Tholabi.
Di sisi lain, aplikasi “Kawal Haji” juga dinilai memberikan transparansi dalam pengelolaan haji secara publik dengan mekanisme penerimaan pengaduan yang terstruktur dan responsif. Tholabi menambahkan bahwa layanan fast track juga telah membantu proses imigrasi jemaah calon haji dengan memangkas waktu dan menyederhanakan prosedur.
Tholabi juga mengapresiasi peran Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang berdedikasi, khususnya dalam membantu jemaah lanjut usia. Program “Haji Ramah Lansia” yang telah diterapkan selama dua tahun terakhir dinilai berhasil berkat dukungan tim lapangan yang kompeten.
“Ke depan, diperlukan terobosan-terobosan baru untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih ditemui di lapangan, seperti masalah penginapan di Mina akibat peningkatan jumlah jemaah,” paparnya.
Meski demikian, Tholabi mengakui bahwa langkah-langkah seperti tanazul (menginap di luar Mina) telah diterapkan dalam skala kecil untuk mengatasi keterbatasan area penginapan. “Ini akan menjadi alternatif solusi yang perlu dipertimbangkan dengan matang, termasuk aspek hukum Syariahnya,” pungkas Tholabi.