INDOTIMES.ID, BEIRUT – Kelompok bersenjata pendukung pemerintah baru Suriah melancarkan serangan terhadap sejumlah desa di dekat wilayah pesisir pada Kamis (6/3) hingga Jumat (7/3). Serangan ini merupakan aksi balasan terhadap loyalis mantan Presiden Bashar al-Assad yang sebelumnya menyerang pasukan keamanan pemerintah baru. Insiden ini menewaskan puluhan orang dan menjadi salah satu bentrokan paling mematikan sejak rezim Assad tumbang pada Desember lalu.
Menurut Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), lebih dari 200 orang tewas sejak pertempuran pecah. Dari jumlah tersebut, sekitar 140 orang tewas dalam serangan balasan di desa-desa, sementara korban lainnya terdiri dari setidaknya 50 anggota pasukan pemerintah baru dan 45 kombatan loyalis Assad.
Serangan Brutal di Desa-Desa
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bentrokan terbaru dimulai ketika pasukan pemerintah baru berusaha menangkap seorang buronan di dekat kota pesisir Jableh. Namun, mereka disergap oleh loyalis Assad. Sebagai balasan, kelompok bersenjata pro-pemerintah menyerang Desa Sheer, Mukhtariyeh, dan Haffah, menewaskan 69 pria tanpa melukai perempuan, menurut laporan SOHR.
“Mereka membunuh setiap pria yang mereka temui,” ujar Rami Abdurrahman, kepala SOHR.
TV Al-Mayadeen yang berbasis di Beirut melaporkan bahwa lebih dari 30 pria tewas di Desa Mukhtariyeh, sementara 60 orang lainnya, termasuk perempuan dan anak-anak, dilaporkan tewas di Kota Baniyas.
Pemerintah Suriah belum mengonfirmasi jumlah korban. Namun, seorang pejabat keamanan kepada kantor berita SANA menyebut bahwa banyak orang bergerak menuju wilayah pesisir untuk membalas serangan terhadap pasukan pemerintah baru.
Presiden Sementara Serukan Perdamaian
Presiden sementara Suriah, Ahmad al-Sharaa, dalam pernyataan video, meminta kelompok bersenjata yang masih setia kepada rezim lama untuk menyerahkan senjata mereka. Ia juga mengimbau pendukung pemerintah baru agar tidak menyerang warga sipil atau menyiksa tahanan.
“Saat kita mengorbankan etika kita, kita menurunkan diri ke tingkat musuh kita,” tegasnya.
Pemerintah baru menuduh loyalis Assad sebagai dalang di balik serangan terhadap pasukan keamanan dalam beberapa pekan terakhir. Namun, mereka menegaskan tidak akan membiarkan aksi balas dendam atau hukuman massal terhadap komunitas Alawi, yang selama ini dikenal sebagai basis dukungan Assad.
Latakia dan Baniyas Masih Dikuasai Loyalis Assad
Hingga Jumat, kota-kota Jableh dan Baniyas masih berada di bawah kendali loyalis Assad, termasuk desa-desa Alawi di sekitarnya dan kampung halaman Assad di Qardaha. Untuk merespons situasi ini, pemerintah Suriah mengirim bala bantuan ke Latakia, Tartus, dan daerah sekitarnya.
Puluhan orang dilaporkan berkumpul di luar pangkalan udara Rusia dekat Jableh untuk meminta perlindungan. Rusia, yang sebelumnya mendukung Assad, kini menjalin hubungan dengan pemerintah baru.
Dalam pernyataan tertulis, Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa Moskow sedang “berkoordinasi erat dengan mitra asing untuk de-eskalasi situasi di Suriah.”
Turki Peringatkan Eskalasi Konflik
Sementara itu, Turki, yang sebelumnya mendukung pemberontak melawan Assad, memperingatkan bahwa pertempuran ini dapat mengancam stabilitas pemerintah baru.
“Upaya intensif sedang dilakukan untuk menciptakan keamanan dan stabilitas di Suriah,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Oncu Keceli. “Di titik krusial ini, serangan terhadap pasukan keamanan dapat menghambat upaya membawa Suriah menuju masa depan yang bersatu dan solid.”
Dengan bentrokan yang masih berlangsung, situasi di Suriah tetap tegang. Pemerintah baru menghadapi tantangan besar dalam menyatukan negara yang telah dilanda perang saudara selama 14 tahun.